Bagi mahasiswa HI (Hubungan Internasional), sudah
menjadi kebiasaan sehari-hari memakan teori dan konsep. Baik itu teori dan
konsep yang mainstream ataupun yang di gunakan oleh mahasiswa HI. Baik konsep
yang berbasis ekonomi, keamanan, politik, ataupun sosial budaya. Dan bagi anak
HI, sudah menjadi kewajiban ketika menghafal banyak konsep yang ada di Hubungan
Internasional.
Dan keberadaan HI sebagai salah stau disiplin ilmu
sangat sulit di pahami oleh masyarakat awam yang tidak mengetahui apa
sebanarnya ilmu HI itu. Teringat pesan dosen, beliau mengatakan bahwa kita
harus membumikan ilmu HI yang berada di atas awan karena membahas sesuatu yang
sangat besar. Tetapi memang bagi yang tidak mengetahu apa sebenarnya ilmu HI,
tentu akan menganggap ilmu HI adalah disiplin ilmu yang sangat tinggi
pembahasannya.
Salah satu konsep yang ada di HI adalah Security
Dilemma. Konsep yang berada di bawah bayang-bayang Realisme. Konsep ini menjadi
salah satu primadona bagi mahasiswa HI yang memfokuskan kajiannya ke sisi
keamanan internasional. Tetapi jika menilik pernyataan dosen saya tadi, bahwa
kita (mahasiswa HI) perlu membumikan konsep dan teori HI. Konsep ini salah satu
yang berada di atas awan dan perlu di bumi kan agar menjadi lebih mudah di
cerna.
Security Dilemma
Concept
Security dilemma adalah salah satu konsep berada di dalam
payung Realisme. Security dilemma dan konsep yang berada di dalam Realisme
mengedepankan peran dari negara. State as main actor.
A
security dilemma refers to a situation where in two or more states are drawn
into conflict, possibly even
war, over security
concerns, even though
none of the
states actually desire conflict. Essentially, the security dilemma
occurs when two or more states each
feel insecure in
relation to other
states.
Security Dilemma adalah sebuah kondisi dimana dua atau
banyak negara terjadi konflik yang disebabkan oleh adanya rasa tidak aman oleh
kondisi sekitar yang mengakibatkan setiap tindakan dari satu negara untuk
meningkatkan keamanannya ataupun militernya di anggap sebagai sebuah ancaman
bagi negara lain.
Yang
menjadi kunci disini adalah bagaimana adanya rasa tidak aman dari sebuah negara
karena adanya sikap dari negara lain untuk meningkatkan kapabilitas militernya.
Perasaan tidak aman yang di sebabkan oleh sikap negara lain yang akhirnya
menimbulkan sikap dari negara tersebut.
Jika di
simpulkan, bahwa Security Dilemma adalah sebuah konsep yang menjelaskan tentang
adanya sikap kebingungan sebuah negara tentang hal apa yang akan di lakukan
ketika ada aksi dari negara lain. Kondisi ini di sebabkan adanya miss
interpersepsi yang di rasakan negara terhadap aksi dari negara lain.
Kalau saya
pribadi, lebih senang menggunakan konsep Security Dilemma yang di paparkan oleh
Booth and Wheeler
The security dilemma is a two-level
strategic predicament in relations between states and other actors, with each
level consisting of two related lemmas (or propositions that can be assumed to
be valid) which force decision-makers to choose between them.
Security Dilemma adalah sebuah strategi prediksi dua (2)
level di dalam hubungan antara negara dan non negara yang di setiap levelnya
yang nantinya decision makers lah yang akan menentukan atau mengeluarkan
kebijakan.
Level pertama disebut juga dengan dilemma of interpretation. Level pertama berisikan tentang motiv,
kemampuan, dan kekuatan yang lain. Level pertama dalam security dilemma.
Kondisi dilema yang dihadapi oleh decision makers ketika dalam kondisi dimana
ada hal yang mengganggu keamanan negara. Decision makers biasanya dihadapkan
pada dua kondisi yang tidak mengenakkan. Dilemma of interpretation adalah hasil
dari ketidakpastian yang dirasakan oleh negara tentang motiv, kemampuan, dan
kekuatan negara lain. Yang akhirnya membuat ada 2 pilihan bagi decision makers,
yakni untuk self defending atau menyerang untuk merubah status quo.
Dan level yang kedua adalah dilemma of response. Level kedua tentang respons yang sifatnya
rasional. Atau dengan kata lain, level kedua adalah hasil dari level pertama. Level
kedua di dalam Security Dilemma. Kondisi yang sejatinya di rasakan setelah dilemma
of interpretation sudah pasti. Artinya, sikap yang di pilih di dilemma of
interpretation akan menentukan dilemma of response. Bukan berarti semua
berakhir disini. Karena dilemma yang dirasakan oleh decision making masih akan
terjadi. Ketika dilemma of response berbasis kecurigaan, maka hasilnya adalah
akan terjadi permusuhan yang akan terjadi bersama-sama
Aksi Penusukan Member AKB48
JKT48
adalah salah satu sister group dari AKB48, sebuah idol group dari Jepang.
Sebagai sebuah idol group yang berada di bawah “kendali” AKB48, kebijakan dari
JKT48 tak akan pernah lepas dari kebijakan yang di keluarkan AKB48. Jika di
lihat lagi, segala bentuk marketing dan event yang di adakan manajeman JKT48
itu sudah di lakukan oleh AKB48. Mulai dari event Handshake, Senbatsu
Sousenkyou, dll. Itu berkiblat dari “kakak” nya yang dari Jepang.
Baru-baru
ini bhumi peridolan Jepang gempar dengan adanya kabar penusukan ketika
berlangsungnya Handsake Event yang di lakukan AKB48. Dan sialnya, terdapat 2
member AKB48 dan satu staff yang terkena tusukan. Yakni Iriyama Anna (Annin)
dan Rina Kawaei (Ricchan) yang terkena pisau. Bahkan sampai saat ini kedua
member tersebut belum bisa aktif lagi di segala kegiatan rutin AKB48.
Hal ini
seakan menjadi pukulan telak yang mengarah ke ulu hati AKB48. Manajemen AKB48
yang selama ini di kenal sangat disiplin dalam menjaga keamanan dari member,
ternyata bisa luput juga. Dan bukan main-main, yang menjadi korban adalah member
yang popularitasnya sedang meningkat. Kedua member yang pernah menjadi anak
dari Oba Mina di Team 4 terkena tusukan di tangan dan harus beristirahat.
Imbasnya,
AKB48 sempat menutup sementara AKB48 Theater yang selama ini menjadi
“blackhole” segala kegiatan peridolan di AKB48. Bagi Jama’ah Wotaniyah Al
Idoliyah, AKB48 Theater adalah Masjid dan Gereja nya mereka. Keberadaan mereka
di tempat itu seakan adalah impian bagi para wota seperti muslim dan Ka’bah
nya. Lebay ? No. Karena begitulah kenyataannya.
Selain
itu, AKB48 dan seluruh jajaran manajemennya menerapkan peraturan yang lebih
ketat di banding sebelumnya. Bahkan untuk Event Handshake selanjutnya,
berhembus kabar akan di rubah. Mereka (fans) masih bisa bertemu dan salaman
dengan member idola mereka, tetapi batasan antara mereka tak lagi meja, tetapi
ada kaca. Dan gambar itu sudah menyebar di twitland. Dan sempat terlihat pula
di G+ Togasaki (salah satu staff AKB48), bahwa manajemen AKB48 akan melakukan
perubahan yang radikal dan menyeluruh terhadap sisi keamanan bagi seluruh
member ketika ada event.
Efek Bagi JKT48
Kejadian
di Jepang tadi begitu cepat merembet ke Indonesia. Para wota yang di muliakan
pun tak pernah berhenti membahas kejadian ini. Seakan jadi konsumsi wajib para
wota. Spekulasi berkembang dengan sangat cepat. Dan tidak ada yang bisa
membuktikan kebenaran dari spekulasi tersebut.
Di mulai
dari penggunaan Metal detector sampai dilarang tas untuk di bawa masuk ke dalam
Theater JKT48 di FX Sudirman. Banyak fans yang tidak suka dengan peraturan
tersebut. Bahkan sepakat menolak adanya peraturan tersebut. Dan ada yang
memasang banner yang berisi tentang dukungan untuk member AKB48 dan sebuah
kalimat yang dapat di artikan bahwa fans JKT48 tidak akan melakukan perbuatan
hina seperti itu.
Spekulasi tersebut
coba saya buktikan. Ketika sayaberkesempatan datang ke Theater pasca terjadinya
aksi memalukan tersebut sembari bertemu dengan para Skyleng. Keamanan di
Theater JKT48 bagi saya tidak jauh berbeda dengan sebelumnya. Terutama di
sekitaran theater atau di luar theater. Untuk yang masuk ke dalam theater,
memang pemeriksaan sedikit lebih dibanding sebelumnya. Ada pemeriksaan yang
lebih bagi fans yang membawa tas. Kalau dulu cuma di lihat isi dari tas, dan
sekarang tas “di obok-obok”. Dan ada Body Check yang di lakukan oleh satpam
ketika masuk ke dalam theater dan ketika keluar dari dalam theater untuk melakukan
hi touch. Oh lupa, ketika menukar Verif, sekarang harus menunjukkan Kartu
Identitas. Memang sejak awal sudah ada peraturan tertulis tentang itu, tetepi
sering tidak dilakukan. Dan sekarang, sudah di lakukan. Mungkin untuk
mengantisipasi teroris yang punya multi identitas (?)
Lalu issue
tentang adanya Metal Detector tidak terbukti. Dan untuk pemeriksaan tas ketika
masuk ke theater, itu bisa di siasati jika kita ingin tas kita tidak “di
obok-obok”. Tinggal bilang, fans far dan isinya pakaian dan aman. Padahal, jika
peraturan sudah di tetapkan, harus dilaksanakan. Rules is rules. Ya kan ?
Dan saya
coba meng elaborasikan antara konsep yang saya gunakan, yakni Security Dilemma
dengan adanya kecenderungan JKT48 Operational Team untuk meningkatkan
kapabilitas militer (keamannya) pasca terjadinya aksi penusukan terhadap member
AKB48.
Security Dilemma and JKT48 Operational Team
Seperti yang
sudah saya singgun di atas, saya coba untuk melihat adanya keraguan dari JKT48
Operational Team untuk meningkatkan keamanan jika di lihat dari konsep Security
Dilemma.
Pertama,
perlu di ingat bahwa saya hanya mencoba untuk menganalisa kasus ini dengan
konsep Sec Dilemma. Adanya kekurangan, saya minta maaf. Karena sesungguhnya
jika dilihat dari payung Security Dilemma yakni Realisme, yang fokus dalam
State as unitary actor. Dan security dilemma hanya dapat di implementasikan
dalam level state dan di jalankan oleh decision maker. Saya hanya mencoba
menggunakan ilmu yang saya dapatkan untuk melihat kasus yang sangat dekat
dengan kehidupan saya.
Kedua,
saya tidak berusaha murtad dengan membawa konsep ini ke level yang tidak sesuai
dengan kodratnya, yaitu level state. Saya tetap berada di dalam rumah yang
sama.
Perlu dilihat
bahwa security dilemma adalah konsep yang intinya adalah adanya kebingungan
decision making dalam mengeluarkan kebijakan setelah adanya aksi dari negara
lain dan dalam kasus ini aktor lain.
Penyebab dari
adanya kebingungan itu adalah dimulai dengan aksi penyerangan yang di lakukan
oleh orang Jepang terhadap member AKB48. Yang ini menimbulkan reaksi dari
Manajemen AKB48 untuk bertindak dengan meningkatkan keamanan. Dan di idol group
Jepang sekarang keamanan di perketat dari sebelumnya. Dan itu merembet ke
Indonesia.
Aksi penusukan
itu jika dilihat dari sisi keamanan adalah dapat mengganggu keamanan dari aktor
lain (48 Group). Yang mengakibatkan 48 Group meningkatkan kapabilitas
keamanannya. JKT48 pun tak lepas dari itu. Manajemen atau yang lebih dikenal
dengan JOT pun merasa perlu meningkatkan keamanannya.
Kita masukkan
variabel dari konsep tadi, yakni dilemma of interpretation dan dilemma of
response. Dilemma of interpretation adalah kondisi dilema yang dihadapi oleh
decision makers ketika dalam kondisi dimana ada hal yang mengganggu keamanan
negara. Yang akhirnya membuat ada 2 pilihan bagi decision makers, yakni untuk
self defending atau menyerang untuk merubah status quo.
Sedangkan dilemma
of response adalah Level kedua tentang respons yang sifatnya rasional. Atau
dengan kata lain, level kedua adalah hasil dari level pertama. Level kedua di
dalam Security Dilemma. Kondisi yang sejatinya di rasakan setelah dilemma of
interpretation sudah pasti. Artinya, sikap yang di pilih di dilemma of
interpretation akan menentukan dilemma of response.
Dilemma of
interpretation dalam kasus ini adalah adanya dilema yang di gambarkan oleh JOT
dalam menanggapi aksi penusukan terhadap member AKB48. Dilema nya adalah
ternyata yang melakukan aksi tersebut bukanlah fans. Tetapi orang stress yang
snegaja membuat aksi onar. Karena memang semenjak AKB48 berdiri, tidak pernah
ada aksi kerusuhan yang di lakukan oleh fans. Beda cerita tentang kerusuhan
antar fans di Theater HKT48 beberapa waktu yang lalu. Tetapi fans selama ini
selalu menhaga keamanan member mereka.
Buntutnya adalah
berada di level dilemma of response. Respons apa yang akan di keluarkan oleh
manajemen akan bergantung dari interpretasi yang di munculkan. Mereka tidak
akan menyerang fans. Mereka akan melakukan self defending. Dan ini yang di
tunjukkan oleh manajemen JKT48. Self defending ini diwujudkan dalam peningkatan
kapabilitas militer (keamanan) dan sesuai dengan bunyi dari konsep Security
Dilemma. Bahwa hasil dari security dilemma adalah peningkatan kapabilitas
militer atau self defending bukan untuk menyerang.