Ultras Mania Gresik

Kita pernah juara. Gresik pernah juara. Dan sekarang "KAMI RINDU JUARA" Liga Indonesia

Roma Club Indonesia

Kami ada. Kami berpesta. Kami bersatu. Hanya untuk satu kebanggaan, AS ROMA

AS ROMA

LA ROMA NON SI DISCUTE SI AMA

Fan Fiction

Cerita fiksi untuk meluapkan ekspresi jiwa. Tentang hiburan, luapan perasaan, dan pengorbanan.

48 Family

The power of Idol. Idol can't make you horny, just can make you proud with them. Kita pecinta idol sebagaimana kita mencintai sepakbola.

Selasa, 28 April 2015

Sengkarut Benang Kusut Sepakbola Indonesia

Media massa di Indonesia seakan tak pernah habis berita. Kalau beberapa saat yang lalu sempat gempar berita tentang pemilihan Kapolri dan kalau ditarik lebih panjang, kasus Kapolri itu merebak setelah ada isu kriminalisasi KPK. Tapi ada yang dilupakan masyarakat dan mungkin media massa. Perlawanan gesit dan giras dari ibu-ibu dari Warga Rembang. Pemberitaan media massa tak se massive pemberitaan pemilihan Kapolri atau bahkan pemberitaan kematian salah satu komedian. Ya, saya paham kalau pemberitaan media terhadapa perlawanan keras nan giras ala ibu-ibu Rembang yang menolak pembangunan pabrik Semen tidak bisa menjual menurut media.

Dan saat ini, semua mata tertuju pada sepakbola Indonesia. Hiburan yang paling ditunggu dan di nanti ribuan orang di seantero negeri. Sepakbola Indonesia gaduh dengan keputusan Menpora, Imam Nahrowi yang membekukan PSSI. Induk tertinggi sepakbola Indonesia yang penuh dengan masalah. Sudah lama federasi yang tak berani menyentuh, ada yang berani menyentuh dan bahkan melakukan “cubitan” keras.

Sejak Menpora di pimpin Adhyaksa Dault sampai era Menpora yang terkena kasus hukum, Andi Malarangeng dan penggantinya Roy Suryo, PSSI di biarkan hidup dengan penuh luka dan borok. Menpora yang baru dengan membawa semangat dan keberanian baru berani mengobati PSSI meskipun kadang proses pengobatan menyakitkan.

Sebagai salah satu pecinta sepakbola Indonesia, saya harus bisa menguatkan hati, mata, dan keinginan untuk datang ke stadion dan berteriak memberikan semangat untuk tim idola. Saya rindu suara khas penghuni stadion. Saya rindu aroma harum khas rumput stadion. Saya rindu pemandangan indah seluruh elemen di stadion tertawa gembira selepas pertandingan selesai dan melihat tim lawan tertunduk lesu karena pulang dengan tangan hampa. Jujur, saya rindu itu. Saya rindu stadion.

Saya tak bisa membayangkan puluhan ribu orang yang nyawa nya bergantung ke sepakbola dan segala aktivitas yang melibatkan sepakbola. Dan saya mengutip kata-kata Pak Djamal Aziz anggota Exco PSSI dalam suatu kesempatan di Metro TV beberapa saat yang lalu, bahwa ada banyak orang yang merugi ketika liga berhenti. Mulai dari pelatih, pemain, tukang pijat, anak gawang, calo tiket (contoh buruk), dan mungkin yang hanya ada di stadion Gresik, ada penjual lumpia, air mineral, dll. Bayangkan puluhan ribu nyawa manusia bergantung ke sepakbola.

Kompetisi harus dan harus berjalan. Tak boleh ada penundaan lagi. Sebagai seorang suporter yang selalu berusaha datang ke stadion dan menjadikan stadion sebagai tempat rekreasi dan melepas penat, penundaan liga ibarat kehilangan tempat rekreasi dan ajang silaturahmi antar warga. Bayangkan, dari 24 jam setiap hari kita beraktivitas, kita cenderung melupakan orang sekitar. Lalu, acara apa yang bisa mengumpulkan massa sebanyak ribuan bahkan puluhan ribu dalam satu tempat ? Pertandingan sepakbola.

Dan mungkin inilah yang membuat kita secara atau tidak sadar menolak keputusan Menpora untuk membekukan PSSI. Federasi yang selama ini berjalan tanpa menghiraukan kritik, kecaman, dan arahan pemerintah dan masyarakat. Federasi yang selama ini jadi pesakitan. Federasi yang selama mampu bikin suporter di lapangan membentangkan spanduk kecaman untuk federasi. Federasi yang sejak dulu kita ingin revolusi.

Saya sebagai pecinta sepakbola Indonesia ingin sepakbola kembali seperti sedia kala. Seperti sebelum-sebelumnya. Tentu dengan penataan, organisasi, dan struktur yang lebih baru dan diharapkan lebih baik dari sebelumnya. Liga yang berjalan sesuai dengan asas Fair Play. Asas yang di dengung-dengungkan oleh bapak nya PSSI, FIFA. Liga yang berjalan dengan profesional yang tidak ada lagi alasan klub untuk menunggak gaji pemain dan pelatih. Liga yang bersih dari intervensi politik. Liga yang berjalan dengan wasit yang bersih. Liga yang berjalan dengan keputusan juara ditentukan oleh pertandingan di lapangan bukan dengan deal-deal sebelum liga berjalan. Itu baru liga yang kita inginkan.

Belum lagi federasi. Federasi harus bersih dari kepentingan politik partai dan golongan tertentu. Federasi yang tidak punya dendam politik. Federasi yang isinya orang-orang yang mengerti sepakbola dan memiliki keinginan untuk memajukan sepakbola Indonesia. Federasi yang sukses mengembalikan posisi Timnas Indonesia ke posisi asli sebagai salah satu Macan Asia, bukan sebagai Pecundang Asia. Karena hanya pecundang lah yang kalah, tunduk, dan di bokongi oleh lawan yang dulu jadi bulan-bulanan.

Kita tak bisa berharap federasi di isi oleh malaikat. Karena malaikat punya tugas yang lebih dari menjalankan federasi. Tapi kita boleh berharap federasi di isi oleh manusia berhati malaikat bukan berhati maksiat. Kita tentu ingin federasi di isi oleh manusia yang bersih, bukan manusia yang sok bersih. Kita tentu boleh bermimpi Timnas Indonesia mampu masuk Piala Dunia tahun 2022, bukan tahun 2045 seperti yang selama ini PSSI inginkan. Kita tentu boleh bermimpi salah satu klub di Indonesia mampu bermain di World Club Championship dan bertanding melawan jawara Eropa, bukan hanya menjadi penonton klub eropa bertanding. Kita tentu punya keinginan pemain Indonesia bisa bermain di Eropa seperti sebelumnya, bukan hanya melihat pemain Eropa di layar kaca Indonesia.

Kita tentu boleh bermimpi dan punya keinginan. Selama federasi dan liga masih berjalan dengan penuh luka yang federasi sendiri tak sadar akan luka itu, maka kita selamanya akan terus bermimpi dan tidak pernah terwujud. Dan ini waktu yang tepat untuk membenahi, membersihkan, menyehatkan, dan sekaligus operasi darurat untuk sepakbola Indonesia yang lebih baik.

Jumat, 17 April 2015

Curhat Untuk Akhi Fahri Hamzah

Assalamualaikum akhi. Semoga kebaikam dan kesehatan selalu ada di diri akhi. Akhi, izinkan saya untuk menceritakan salah satu olahraga yang saya gemari dan sempat akhi komentari beberapa saat yang lalu. Tentang sepakbola.

Akhi, saya mengenal sepakbola tepat 16 tahun yang lalu. Saat itu saya masih duduk di kelas 1 SD. Dan 2 tahun kemudian, tangisan air mata saya keluar pertama kali untuk sepakbola. Tahun 2002, Petrokimia Putra jadi Juara Liga Bank Mandiri. Itu tangisan pertama saya di dalam stadion. Tangisan pertama saya di dalam Stadion Gelora Bung Karno yang sempat jadi venue konser One Direction.

Tetapi sejatinya, saya “dikenalkan” oleh orang tua saya sepakbola sejak di dalam kandungan. Ibu saya ngidam ingin lihat sepakbola. Mungkin ini lah hasilnya. Dul;u saya ikut sekolah sepakbola di Jakarta, SSB Arcici. Tapi berhenti karena harus kembali ke Gresik. Tapi gar\irah sepakbola saya tidak berhenti sampai disitu. Kadang saya berfikir, saya mencintai sepakbola lebih dari saya mencintai pacar saya.

Dulu ketika saya masih sekolah dengan seragam putih merah, saya hanya bermain sepakbola seperti layaknya anak kecil. Saat itu belum mengenal apa itu mafia wasit, mafia sepakbola, skandal pengaturan skor, skandal pajak, dll. Dan keburukan yang saya sebutkan diatas terjadi di Indonesia.

Dan semua itu saya sadari keberadaannya setelah saya duduk di bangku SMP. Saya lihat dengan mata kepala saya sendiri Gresik United saat itu dikerjai wasit di Bantul. Pertandingan berhenti sebelum waktu berakhir. Disitulah saya mulai sadar, ada yang tak beres. Belum lagi setelah saya tahu kalau PSSI sempat dipimpin oleh seorang penjahat yang menjalankan tugasnya di balik jeruji besi.

Kita butuh revolusi besar-besaran, akhi. Dan statement akhi agar PSSI mengabaikan Menpora dan agar ISL jalan terus itu seakan menambah luka kami. Luka saya dan luka teman-teman pecinta sepakbola di Indonesia. Padahal saat itu, Menpora dan BOPI sedang berusaha sedang berikhtiar untuk memperbaiki liga agar lebih professional.

Apa akhi lupa, kalau beberapa tahun terakhir ada pemain asing yang meninggal di Indonesia karena tidak digaji ? Apa akhi lupa, kalau banyak pemain local di Indonesia yang tidak digaji berbulan-bulan ? Apa akhi tahu kalau ada salah satu pmain asing di Indonesia yang terlibat mafia bola karena ia tak digaji oleh klub  ? Apa akhi tahu kalau klub-klub di Indonesia banyak yang belum punya NPWP ? Kalau saya sebutkan semua pertanyaan yang mengganjal hati saya, akan sangat banyak sekali, akhi.

Di statement ini, akhi bilang kalau PSSI tidak ambil dana dari pemerintah, jadi Menpora tidak usah ikut campur. Apa it benar akhi ? Kalau itu benar statement akhi, tolong cek putusan hokum yang memenangkan FDSI (Forum Diskusi Sepakbola Indonesia) di Komisi Informasi Publik desember lalu. Mungkin akhi lupa, atau mungkin akhi tidak tahu hal itu. Silahkan ditanyakan kembali ke yang bersangkutan.

Akhi, apa akhi lupa kalau tidak boleh ada intervensi pemerintah. Dan ini yang selalu di gembar-gemborkan PSSI ketika Menpora datang untuk membantu menyelesaikan masalah di PSSI. Kampanye menolak intervensi pemerintah semakin nyaring suaranya setelah Menpora yang baru berani dan tegas.

Tetapi apa yang dilakukan PSSI. Dia malah “wadul” ke DPR dan ke Wapres. Seakan mereka lup[a kalau Wapres dan DPR itu juga bagian dari pemerintah. Dan akhi membela PSSI sekuat tenaga. Harusnya akhi marah. Lembaga DPR yang terhormat dianggap bukan lembaga pemerintah.

Ah akhi, saya tahu, niatnya baik (kalau niat baik) untuk memajukan sepakbola kita. Tapi akhi harusnya belajar lebih dulu tentang sepakbola secara umm dan sepakbola Indonesia sebelum nantinya akhi datang dan menjadi seorang pahlawan.

Akhir kata akhi, saya mendoakan akhi sehat. Agar selalu bisa mengikuti perkembangan sepakbola di Indonesia. Dan akhi, saat ini 18 April 2015 Kongres 5 tahunan PSSI digelar. Akhi ingat atau memang tidak tahu ? Dan saat ini pula ribuan BONEK datang meminta keadilan atas segala aksi tipu-tipu yang dilakukan PSSI ke Persebaya 1927. Saya bukan seorang BONEK, tapi saya sebagai pecinta sepakbola mendukung aksi BONEK.

Semoga PSSI bersih dari MAFIA meskipun susah. Kami, akan terus dan tetap akan melawan.
Salam dari anak bangsa.

Wassalamualaikum….