Ultras Mania Gresik

Kita pernah juara. Gresik pernah juara. Dan sekarang "KAMI RINDU JUARA" Liga Indonesia

Roma Club Indonesia

Kami ada. Kami berpesta. Kami bersatu. Hanya untuk satu kebanggaan, AS ROMA

AS ROMA

LA ROMA NON SI DISCUTE SI AMA

Fan Fiction

Cerita fiksi untuk meluapkan ekspresi jiwa. Tentang hiburan, luapan perasaan, dan pengorbanan.

48 Family

The power of Idol. Idol can't make you horny, just can make you proud with them. Kita pecinta idol sebagaimana kita mencintai sepakbola.

Kamis, 31 Desember 2015

Alhamdulillah, PKS Masih Oposisi

Ada kabar gembira menjelang 2015 berakhir. Bukan tentang JKT48 yang menang award di salah satu stasiun TV. Ya karena itu sudah biasa terjadi. Hmm, konspirasi. Tapi dari PKS. Ya, Partai Keadilan Sosial.
Menjelang 2015 bebas tugas, PKS mengumumkan ke Presiden Jokowi, bahwa ia tetap dalam koalisi merah putih (KMP). Yang artinya, PKS masih tetap istiqomah di jalur oposisi. Sebuah berita bagus bagi Indonesia.
Saya, sebagai masyarakat Indonesia sangat mendukung keputusan PKS untuk istiqomah sebagai oposisi. Saya tak asal-asalan. Saya memiliki alasan kenapa saya bahagia PKS masih istiqomah sebagai oposisi.
PKS adalah oposisi sejati. Kenapa? Mari tarik ke belakang. Ketika PKS masuk ke koalisi pemerintahan, di bawah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, PKS bertindak layaknya oposisi dan menentang kebijakan pemerintah.
Apa ini aneh? Awalnya saya berfikir begitu. PKS yang bertindak bertabrakan dengan keputusan pemerintah, padahal mereka adalah koalisi pemerintahan, dan ini sebuah keanehan. Bukankah seharusnya koalisi pemerintahan, selalu patuh dan mengikuti semua yang diputuskan koalisi? Ya, biasanya memang seperti itu.
Tapi kali ini PKS benar. Hmm, mereka selalu benar. Ketika ada anggota dewan dari PKS yang melihat video porno pun, mereka selalu melakukan pembenaran. Ah, itu cuma kecelekaan.
Oke mari fokus. PKS adalah partai revolusi yang lahir pasca reformasi. Tentu di dalam diri PKS, hasrat untuk reformasi birokrasi sangatlah kuat. Dan itu dimulai ketika mereka berada di koalisi pemerintahan.
Ketika biasanya partai koalisi pemerintah nurut apa kata pemerintah, kali ini mereka mencoba merubah tradisi itu dan menjadi oposisi. Apa itu sah? Sah-sah saja. Tak ada yang salah dalam politik. Bukan begitu, Pak Setya Novanto?
Jadi, kalau ada yang bilang PDI-P adalah partai oposisi paling istiqomah, saya meyakini bahwa PDI-P kalah istiqomah dibandingkan PKS.
Selain itu, alasan lain kenapa saya senang PKS masih di koalisi merah putih adalah saya masih ingin melihat dan mendengar staetment cerdas ala kader PKS seperti Fahri Hamzah, disaat membela koalisi merah putih. Saya sudah bosan mendengar suara Ruhut dan masih ingin mendengar suara syahdu Fahri Hamzah.
Seperti statement cerdas Fahri Hamzah saat membela Setya Novanto terkait papa minta saham. Saat itu, ia mengatakan bahwa kasus papa minta saham merugikan DPR. Saya sangat setuju. DPR adalah lembaga paling mulia. Fakta bahwa banyaknya kasus yang menimpa anggota dewan, tak mampu mengurangi kemegahan dan kemuliaan DPR.
 Kembali, saya bersyukur bahwa PKS masih ada di jalur oposisi. Saya masih ingin tertawa melihat ulah kader ataupun simpatisan PKS dan netizen yang membenci PKS. Istilah Sapi dan kecebong tak akan lahir kalau PKS tak berada di pihak oposisi. Bagi saya, dagelan macam itu mampu sedikit membuat saya tertawa dan mengendurkan urat-urat saya yang mulai kaku akibat terlalu lama mengerjakan skripsi.

Jadi, tak ada alasan lagi bagi kita untuk tak bersyukur PKS masih ada di jalur oposisi, bukan?

Selasa, 29 Desember 2015

Untukmu yang Masih Di Pelukan Orang Lain

Maafkan aku, karena dulu, aku tak mampu menjagamu. Karena aku, tak mampu memberikan kebahagiaan, seperti yang ia berikan padamu. Maafkan aku, karena hanya memberikan air mata dan kesedihan semata.
Aku sadar, aku bukanlah lelaki terbaik. Buktinya, kau begitu mudahnya melupakanku. Tak ada lagi namaku dalam ingatanmu. Tak ada lagi bayangangku dalam matamu. Tak ada lagi aku.
Ketika bersamamu, hidupku terasa indah. Sangat indah. Tapi tidak denganmu. Aku tidak bisa membuatmu bahagia. Sedetikpun tak pernah. Aku begitu menikmati hidupku bersamamu. Sedangkan engkau, hari-harimu dipenuhi dengan tetesan air mata yang derasnya melebihi derasnya hujan di malam itu.
Malam di saat kita bertengkar hebat. Malam di saat kita saling mencela satu sama lain. Malam di mana engkau mengeluarkan keluh kesah. Yang selama ini menggumpal di dalam pikiran, seakan keluar, di malam itu. Malam yang menjadi malam terakhir bagi kita. Untuk menjalani hidup bersama.
Sesaat setelah kau pergi, tak ada penyesalan dalam diri. Aku begitu menikmati kesendirian. Dan kau, ah apalagi kamu. Kamu yang tak pernah merasakan kebahagiaan, ketika bersamaku. Pun dengan mudahnya melupakanku.
Kita menjalani kehidupan masing-masing. Apa aku bahagia? Jelas.
Seiring berjalannya waktu, semuanya berubah. Aku mulai tak menikmati kesendirian. Aku mulai merasakan ada yang hilang. Kau bagaikan kepingan puzzle. Ketika kau tak ada, kehidupan ku tak lengkap tanpa satu kepingan. Ya, kau telah pergi. Aku menyadari itu.
Dan kini, kau sudah bersamanya. Lelaki lain yang membahagiakanmu, melebihi aku. Bersama dengannya, lelaki yang membuatmu tersenyum, melebihi aku. Jangan bandingkan aku dengannya, aku tak jauh lebih hebat darinya. Aku memahami itu. Buktinya, kau bahagia dengannya.
Tapi tidak dengan cintaku. Cintaku padamu, tak akan ada yang bisa mengalahkan. Percaya itu.
Kau boleh saja kini bersamanya, menjalani hidup berdua bahagia dengannya. Kau boleh saja melupakanku, yang dulu pernah membuatmu terluka. Kau boleh saja menghapus semua kenangan bersamaku. Silakan. Kau ada hak untuk lakukan itu.
Tapi, percayalah, kau akan kembali padaku. Dan nanti, ketika kau kembali, aku janjikan, aku akan berubah. Aku, tak akan seperti aku yang dulu.
Kamu, habiskan waktumu dengannya. Kalau kau telah lelah melangkah, ada aku yang siap menerimamu kembali.
Pesanku, jangan kau habiskan kebahagiaanmu. Jangan kau buang semua stok bahagiamu bersamanya. Karena aku masih takut. Aku masih takut tak bisa memberikan kebahagiaan, seperti yang ia lakukan padamu.

Kau itu kapal, dan aku dermaga. Sejauh apapun kapal berkelana, ke dermaga lah ia akan kembali. Sejauh apapun kau berjalan, ke hatiku lah, tempatmu kembali. Semoga.

Kamis, 24 Desember 2015

Merawat Ingatan Tentangmu, Bunda

Pertama, izinkan saya untuk mengucapkan ini: Innalilahi wa innailihirajiun. Turut berduka cita atas kepergiaan Bunda. Bunda orang baik, dan saya percaya, orang baik akan ditempatkan di tempat yang baik pula oleh Allah.
Bunda. Ya, saya menyebut beliau dengan sebutan itu. Sampai saat ini, saya tak tahu nama panggilan Bunda. Yang saya tahu, saya tetap menyebutmu bunda. Ya, sampai saat ini. Sampai saat di mana saya tak tahu kalau bunda sudah tenang di surga.
Tak begitu banyak kenangan yang melekat di ingatan saya. Terlebih karena bunda, memang jarang ku temui. Ketika saya bertandang dan bahkan numpang makan di rumah. Bunda memiliki kesibukan yang menurut saya, itu super sibuk.
Ada kesamaan yang saya lihat dari bunda dan ibu saya di rumah. Selain keduanya sama-sama memiliki anak yang hebat, keduanya adalah pengayom keluarga yang selalu bekerja keras demi anaknya.
Meskipun begitu, keduanya juga memiliki perbedaan. Ibuku di rumah adalah seorang yang memberikan seratus persen tenaganya di rumah. Mengurus rumah dan membesarkan kami, anak-anaknya. Dan bunda, beliau berada di perantauan. Setidaknya itu saya ketahui ketika menjemput beliau di Jombang.
Tapi dari perbedaan itulah, saya merasakan keindahan seorang ibu. Saya belajar dari keduanya. Intinya, kedua ibu ini adalah ibu yang hebat. Titik.
Saya mencoba membawa kenangan saya, sekitar empat atau lima tahun yang lalu. Mencoba mengembalikan lagi kepingan-kepingan memori yang sempat menghilang. Dan saya mencoba merasakan merdunya suara bunda saat itu. Di saat saya mencoba semua itu, saya melihat wajah cantik bunda terpampang jelas di dalam mata.
Memang, kami tak begitu banyak bicara. Selain karena bunda jarang ada di rumah, tetapi karena ada perasaan yang susah disebutkan apa namanya. Alhasil, saya lebih sering bercanda dengan Mami. Mami dari bunda.
Meskipun begitu, masih melekat dalam ingatan, pesan bunda padaku. “Jaga Ageng, ya.” Pesan yang terucap ketika melepas kami bertiga, bersama Diana saat itu, sedang les di Kampung Inggris, Pare. Bisa jadi itu pesan terakhir yang bunda berikan. Pesan yang terucap empat tahun yang lalu.
Iya bun, saya menjaga Ageng. Atau bisa dikatakan Ageng yang menjaga saya. Atau kita saling menjaga.
Sesaat sepulang dari Pare, semua keadaan berubah. Semua kebahagiaan yang terjalin, tiba-tiba berubah menjadi buruk. Entah apa yang salah saat itu. Hingga akhirnya, saya tak lagi berhubungan dengan Ageng dan keluarga.
Saya ibarat terhipnotis untuk menjauh dan pergi menjauhi bunda sekeluarga. Bahkan ke mami sekalipun. Padahal sebelumnya, saya begitu dekat dengan keluarga ini. Saya menyesal? Tidak. Pada awalnya. Tapi penyesalan ini muncul setelah saya tahu kabar berpulangnya bunda.
Saya mendengar berita berpulangnya bunda tepat tiga bulan ketika bunda telah menemui tuhan. Dan bagi saya itu adalah sebuah kesalahan. Bukan bermaksud menghardik perpisahan dan segala kejadian yang membuat keadaan begitu buruk. Tapi mengetahui kabar duka tiga bulan pasca kejadian, itu adalah hal yang sangat menyakitkan.
Ah iya, bun. Ada salah satu yang mengganjal hati. Yang seharusnya saya ungkapkan sejak lama. Sejak bunda masih sehat wal afiat dan berdiri tegak. Ganjalan yang sampai saat ini begitu susah diungkapkan. Ganjalan yang bisa jadi bunda sudah tahu ini tentang apa.
Bun, saya suka dengan anak bunda. Anak pertama bunda yang bunda selalu banggakan. Entahlah apa bunda membaca surat ini. Yang pasti, saya sudah mengatakan perasaan saya sejujurnya.
Tulisan ini bukan untuk membangkitkan ingatan dan kenangan tentang bundamu. Tulisan ini hanya pelampiasan kekesalan. Tentu karena saya abai denganmu dan keluargamu. Hingga akhirnya saya tidak tahu kabar duka itu.
Semoga bunda membaca ini di surga. Bahwa saya, Alief Maulana dan keluarga, meminta maaf kalau selama ini saya pernah melakukan kesalahan ke bunda dan ke keluarga bunda. Sekali lagi, bunda orang baik. Sudah sepantasnya bunda mendapatkan tempat yang baik di sisi Allah. Selamat tinggal, bunda!