Nama saya Christian
Benyamin. Teman-teman saya biasa panggil saya Kris, yang lebih ekstrim biasa
panggil saya Ahong. Entah kenapa, mungkin karena saya keturunan China.
Peranakan China kalau kata anak-anak sih.
Hidup saya serba bahagia.
Saya memiliki keluarga yang sangat harmonis. Meskipun harus hidup dalam gubuk,
asal hidup bersama keluarga hebat saya, itu menjadi sebuah anugerah terindah
buat saya. Saya punya teman-teman terbaik yang setia menemani saya kapanpun
itu. Kuanggap mereka sudah seperti saudara sendiri.
Saya sekolah di sebuah
SMA kristen di sebuah kota di Jawa Timur. Teman saya 99% beragama kristen.
Hanya ada satu murid di sekolah saya yang beragama non kristen, yaitu islam.
Namanya Khadijah. Kata orang-orang, nama Khadijah itu sangat terkenal di Islam.
Saya juga tak tahu, sama sekali tidak tertarik untuk tahu dan belajar tentang
itu. Saya termasuk yang cuek dengan hal-hal yang bagi saya tidak penting. Dan
belajar agama lain bagi saya tak penting.
Saya termasuk murid yang
rajin meskipun bandel. Bukan bandel sih, lebih tepatnya iseng. Beda tipis lah.
Setiap hari saya selalu usil ke hampir semua murid sekolah yang saya kenal.
Sampai kata anak-anak, kalau sehari tidak ada tukang usil, kalau gak saya gak
masuk ya saya sedang tidur. Karena saya tiap hari selalu mengusili orang. Dan
Khadijah, satu-satunya murid non kristen di sekolah saya juga tak luput dari
objek keusilan saya. Saya suka sekali menarik kain yang ada di atas kepalanya.
Katanya sih itu namanya Kerudung atau jilbab. Tapi dia tak pernah sekalipun
marah ketika jilbabnya saya tarik. Dia hanya tersenyum kecil sambil membenarkan
jilbabnya yang saya tarik.
Suatu saat saya
penasaran dengan dia, karena bagi saya anomali ketika objek keusilan saya
hampir tiap hari tak pernah sekalipun marah. Apa dia menahan amarah itu atau
memang dia pasrah ketika aku jaili. Ketika itu hari Senin, upacara hari senin
telah usai dan saatnya masuk ke kelas. Dan saya jalan di belakang Khadijah. Dia
jalan sambil bercengkrama dengan murid yang lain. Kaki saya sengaja saya
kaitkan dengan kakinya dan braakkkkkk dia jatuh. Teman-teman cowok saya
tertawa. Di dalam hati saya berharap dia marah. Tapi dia lantas berdiri dan
menoleh ke arah saya sambil senyum. Aneh kan. Aneh banget. Apa sih yang buat dia
bisa sesabar itu. Padahal saya sudah buat malu dia. Kelihatan banget kalau dia
malu, tapi dia tetap menahan marah.
Ketika pulang sekolah,
saya beranikan untuk bertanya ke Khadijah, kenapa dia masih bisa menahan sabar
dan tak marah ketika saya berkali-kali mengusili dia. Dia hanya
menjawab,“Innallaha ma’ashobirin.” Saya jelas tak tahu artinya itu apa. Ketika
saya tanya lagi, apa itu artinya, dia bilang kalau tidak bisa dijelaskan hari
ini. dia berjanji menjelaskan itu besok karena katanya dia mau ada acara. Saya
mulai penasaran dengan sesuatu yang bagi saya tak penting, awalnya. Tapi
sekarang saya mulai merasakan bahwa itu sedikit penting. Karena saya ingin tahu
resep sabar milik dia.
Esoknya, saya mengaih
janji ke Khadijah. Dia menjelaskan, bahwa arti dari kalimat kemarin adalah,
“Sesungguhnya Allah Bersama Orang-Orang Yang Sabar.” Dia menjelaskan lagi bahwa
itu anjuran bagi orang islam untuk selalu sabar. Dan katanya, dia ingin dekat
dengan Allah dengan jalan selalu sabar. Saya semakin penasaran, untuk apa dia
ingin dekat dengan Allah, dengan tuhannya. Kata dia, ketika dekat dengan Allah
segala permintaannya akan dikabulkan. Saya mulai paham tapi masih memiliki
pertanyaan besar, seperti apa sih tuhannya si Khadijah kok dia ingin dekat
dengan tuhannya. Perbicaraan kita selesai ketika ada Bu Kristin masuk kelas.
Kita semakin sering
untuk ngobrol berdua dan membahas mengenai agama. Saya ingat kalimat yang dia
ucapkan, “Untukmu agamamu, untukku agamaku.” Kata dia, itu menjelaskan dengan
sangat jelas bahwa setiap manusia wajib menghormati pilihan religi manusia yang
lain. Makanya, dia disekolahkan oleh orang tuanya di SMA Kristen. Agar dia tahu
rasanya hidup di lingkungan yang 180’ berbeda dengan kehidupannya yang dulu.
Dia bercerita, bahwa dulu dia juga premanita (preman wanita). Dia dulu nakal
dan suka jail. Dia suka mengejek teman-temannya yang beragama lain dengan kata
“KAFIR”. Dia, katanya memiliki ilmu agama islam yang baik. Tapi itu
disalahgunakan oleh dia untuk mengejek dan menganggap rendah agama lain. Sampai
suatu ketika, dia disadarkan oleh suatu peristiwa, orang tuanya mengalami
kecelakaan dan ditolong oleh seorang yang beragama kristen. Agama yang selama
ini dia rendahkan. Dan kalau orang tuanya telat dibawa ke rumah sakit, mungkin
nyawa orang tuanya melayang. Dan setelah kejadian itu, dia akhirnya sadar bahwa
semua agama itu mengajarkan sisi positif. Tidak ada agama yang menganjurkan
untuk saling membunuh.
Di akhir ceritanya, dia
bilang bahwa dia ingin merubah pandangan buruk tentang islam ke seluruh elemen
masyarakat di Indonesia. Caranya, dengan masuk ke sekolah kristen dan
mempelajari sisi positif agama kristen. Karena dia yakin, semua agam
mengajarkan sisi positif meskipun agama terbaik tetap islam.
Tanpa terasa saya pun
menangis dan kagum. Dan saya mulai mencoba menghentikan sikap jail saya ke
sesama.
Dia merubah hidup saya.
Thanks Khadijah