Senja mulai berganti malam. Saat itu pula dingin
mulai menyapa. Sapaan sang dingin begitu terasa sampai menusuk tulang lunak di
lubuk hati. Sebatang rokok surya menemani kesendirian ku. Sekedar untuk
menghangatkan tubuh yang mulai menggigil.
Benar kata orang, saat rindu tubuh seakan menjadi
dingin menggigil. Otak seperti memberikan pesan ke seluruh organ tubuh yang
lain agar menangkis semua udara panas yang ingin masuk ke tubuh.
Sejatinya, aku tak sendiri. Ada sejuta kenangan yang
selalu menemani. Kenangan yang menjadi obat penawar luka sekaligus menjadi
garam penambah rasa perih di luka. Bak pisau bermata dua, kenangan itu hadir
dan muncul seakan-akan dia enggan untuk memilih menjadi obat penawar luka. Kenangan
yang sejatinya menjadikan hidup menjadi lebih indah. Malah menjadikan hidupku
menjadi lebih buruk dari yang di bayangkan.
Namaku Heru. Jangan tanya umur. Bagiku, umur tidak
lah penting. Tetapi jadi sebuah petaka bagi siapa saja yang memaksaku untuk
menjawab berapa umurku. Kawat gigi yang di pakai di gigi pun bisa ku pindah ke
mata kalau ada yang berani tanya umur. Sensitif kayak cewek yang lagi dapat
tamu yang tak di undang. Bukan tamu dari petugas bank yang mau nagih duit kartu
kredit. Tamu yang ini lebih kejam dari itu. Bisa bikin tingkat kemarahan cewek
naik seratus kali lipat. Bahaya tingkat dewa.
Tapi memang jangan tanya berapa umurku. Kalau tak
mau lesung pipimu jadi cembung.
Mungkin bagi Pak Mario Teguh, hidup itu semudah
membalikkan telapak tangan. Tapi bagi saya, tak semudah itu. Bagi saya, hidup
itu seperti membalikkan kaki gajah. Meskipun tak selamanya hidup itu kita
persulit sendiri.
Dan cinta, bagi saya adalah sebuah anugerah. Tapi itu
dulu. Iya sebelum aku merasakan bahwa cinta memiliki 2 fungsi. Menyejukkan dan
mematikan. Tergantung siapa yang kita ajak bercinta. Beruntung ketika kita
mencintai cewek yang bisa mengerti kita apa adanya. Bukan meminta semau dia dan
harus ada pokoknya. Itu beda.
Dan 2 fungsi dari cinta itu sudah saya alami
semuanya. Mematikan dan menyejukkan. Bahkan saya memunculkan teori baru. Bahwa fungsi
cinta tak hanya itu. Tak hanya mematikan dan menyejukkan. Tetapi ada fungsi
lain. Dan ini sudah saya buktikan sendiri. Tetapi saya belum menemukan nama
yang pas untuk fungsi cinta ini.
Lebih dari menyejukkan. Iya, lebih dari ini. Dan ini
saya rasakan ketika saya memberikan cinta saya teruntuk satu nama. Satu nama
yang saya cinta. Namanya Ratu. Ratu Dini Fitria nama panjangnya. Dia adalah
makhluk tuhan paling cantik yang pernah saya temui setelah nenek dan ibu saya. Kecantikannya
bahkan melebihi Wulan Guritno ataupun Chelsea Islan.
Dengan wajah pribumi yang khas. Dengan bibir kecil
tipis dan pipi yang chubby bak bakpo telo, betapa bahagianya saya memiliki
cinta dari sang Ratu. Dan yang paling saya suka dari Ratu adalah sifatnya yang
dewasa. Bukan sok dewasa layaknya artis cilik yang sedang merasakan cinta
monyet. Tetapi Ratu ini beda. Dia bisa bersikap layaknya Ratu Elizabeth. Anggun
sekali.
Teman-teman saya bahkan tidak ada yang percaya saya
bisa merebut hati sang Ratu. Ya karena yang balapan ngejar si Ratu banyak. Mulai
dari si Aldi yang punya sejuta pesona di dompetnya. Si Atra anak Bandung yang
pintar. Lalu kenapa dia pilih saya ? Yang notabene tidak punya keunggulan
apapun. Oh wait, katanya sih si Ratu suka cowok yang dewasa. It’s me. Really, it’s me.
Awal perkenalanku dengan Ratu ketika di mall. Secara
tidak sengaja saya menabrak Ratu yang sedang belanja di pakaian cewek. Dan saya
sedang jalan sama teman cewek saya. Teman cewek saya yang belagak cowok alias
tomboy. Dan saya sedang berusaha mengembalikan teman saya ke titahnya sebagai
cewek tulen alias biar gak tomboy lagi.
Setelah kejadian itu, secara tidak sengaja saya dan
Ratu sering ketemu di mall yang sama. Bukan di toko yang sama sih. Dan saya
beranikan diri untuk berkenalan dengan si Ratu. Dengan malu-malu, saya mulai
ajak Ratu berkenalan. Jangan tanya ekspresi muka saya waktu itu. Merah maroon
bagaikan warna jersey sepakbola AS
Roma. Klub sepakbola terbaik di dunia akhirat.
“Eh, ini yang kemarin ketemu di FX bukan ? Kita
pernah ketemu kan ?” Tanyaku ke si Ratu. Sok basa basi dan ga tau malu. Untung saya
punya 2 sifat itu. Jadi bisa mudah kenal dengan siapapun, cowok cewek dan
setengah cowok setengah cewek.
“Hmm, kita pernah ketemu kah ? Ratu lupa nih heheh.”
Jawab Ratu sambil tertawa kecil. Aduh dek, abang ga kuat liat kamu ketawa. Tak makan
nanti kamu dek. Tak kunyah bibirmu tak perkedel nanti. “Iya kita pernah kita di
toko ***** (menyebutkan toko tertentu). Yang aku sama temen cewekku yang
setengah cowok alias ga jelas itu lho.” Balasku dengan sedikit senyum. Sorry ya
Yuv, aku bilang kamu ga jelas. Tapi memang sih, si Yuvi ga jelas cowok atau
cewek. “Oh iya, Ratu ingat. Tapi agak-agak lupa juga sih. Aku Ratu, kak. Heheh.”
“Oh, namanya Ratu ya. Kalau gitu, aku Raja ny deh. Biar seimbang alias cocok
banget kan.” Celetuk ku dan di balas dengan ketawa nya si Ratu, kampreeet
keceplosan, kataku dalam hati.
Disitu lah awal pertemuan laknat tapi asyik saya
dengan si Ratu. Tak lupa saya minta pin bbm, nomer hp, id line, pokoknya biar
saya bisa kenal lebih lanjut dengan si Ratu. Yang ternyata dia satu kampus
dengan saya di *** (menyebutkan salah satu kampus negeri di jakarta).
Hubungan saya dengan si Ratu semakin akrab, kita
sering jalan bareng ke kampus. Dia anak pertama dari dua bersaudara, dan
adiknya cowok. Namanya Angga. Kata si Ratu, Angga anaknya baik meskipun sering
minjem duit. Padahal uang jajannya udah banyak. Boros kata si Ratu.
Sampai akhirnya saya jadian dengan si Ratu. Bagaikan
ketiban durian montong nan seksi yang jatuh dari pohon, senang rasanya. Ambil nyawaku
tuhan ambil nyawaku, asal kau ambil nyawaku bersama si Ratu. Aku rela tuhan aku
rela. Hidupku dengan su Ratu seperti perangko dan surat. Atau seperti bola dan
sepatu bola. Hmm seperti mulut dengan gigi. Selalu bersama alias tidak bisa di
pisahkan.
Lalu alarm berbunyi. Saya pun terbangun dari mimpi
indah tersebut, “Oh, jadi itu Cuma mimpi. Sang Ratu yang saya inginkan ternyata
Cuma ada di mimpi. Semoga mimpi itu segera terwujud di dunia nyata ataupun
minimal, saya mimpi yang sama lah ya.”