Di dalam ilmu Hubungan Internasional atau HI, ada
yang di namakan sebagain Common Enemy.
Sebuah musuh bersama yang sengaja di bentuk karena hasil dari aliansi dari
negara-negara. Sebuah aliansi memang sengaja di ciptakan atas dasar yang sama
pada negara yang terlibat. Entah atas dasar ketidak sukaan atau atas dasar
ingin menyatukan kekuatan-kekuatan kecil agar bisa membentuk kekuatan yang
besar.
Menyebut aliansi di dunia sepakbola sedikit kurang
relevan memang. Karena aktor yang dilibatkan bukan sebuah negara. Entitas kecil
di bawah sebuah negara. Entitas yang sangat di sukai masyarakat.
Di Italy, shadow
alliance kembali muncul. Yakni dengan kembalinya kekuatan lama, Juventus.
Sebuah tim yang memang penguasa Italy dengan raihan 32 gelar. Eh, maksud saya
30. Bagi mereka sih 32, tapi yang legal 30. Perbedaan antara 32 dan 30 sangat
berkaitan dengan ini. Musuh bersama tim di Italy karena menjadi salah satu
aktor dari rusaknya sepakbola Italy dengan kasus Calciopoli atau skandal
pengaturan skol. Terlepas dari segala bantahan dari klub mereka dan fans garis
keras mereka, tetapi keputusan sudah di putuskan yang hasilnya, gelar Juventus
dicabut.
Klub di Italy tidak menyukai Juventus karena
berbagai aksi Juventus yang selalu di bela wasit ketika bertanding. Masih ingat
gol Juventus ke gawang Mirante yang di ceploskan Pirlo lewat Free Kick yang masih menjadi tanda tanya
karena bola belum masuk ke gawang dan sudah berada di genggaman Mirante ? Atau
gol Muntari yang di anulir wasit ? Atau insiden Chiellini yang menyikut Pjanic
tapi wasit tidak mengggubrisnya padahal secara siaran ulang terlihat jelas
sikut Chiellini masuk ke wajah Pjanic ? Ah terlalu panjang jika di jelaskan
berbagai “dosa” wasit.
Sebenarnya, menurut saya mengapa banyak tim yang
menganggap Juventus musuh bersama adalah kembali ke statement saya di awal.
Karena mereka sudah tidak suka dengan Juve, jadi sikap apapun yang di lakukan
Juve mereka anggap buruk. Entah itu Juve yang memenangkan pertandingan dengan fair ataupun tidak, bagi mereka Juve tak
layak menang. Padahal secara tim, kelas Juve setingkat di atas tim di Italy.
Harus akui itu. Yang harus di akui lagi, Juve memang setingkat di atas
klub-klun di Italy dalam kepemilikan wasit.
Kedua adalah, mereka harus bergabung untuk
menghancurkan kekuatan besar yang bernama Juventus. Klub besar dengan sejarah
panjang di Italy dengan 32 gelar. Ah maksudnya 30 gelar. Sorry salah lagi.
Dan kebencian ini membutakan kita semua. Sampai kita
semua meremehkan Juventus ketika mereka kalah di Semifinal Europa League dari
Benfica. Padahal kalau Juve bisa lolos final, kemungkina juara mereka tinggi
karena final digelar di Juventus Stadium. Dan kalau Juve juara, Koefisien Serie
A Italy di Eropa akan naik. Jatah kita akan di tambah. Tetapi mata hati kita
sudah tertutupi dengan kebencian yang mendalam akan Juve. Kebencian yang
berdasarkan ketidakpuasan dan rasa iri. Baik iri secara prestasi dan secara
kepemilikan wasit.
Tapi musim ini sudah berakhir karena Juve merengkuh
Scudetto mereka yang ke 32 kali. Yasalam salah lagi, yang ke 30 kali. Mari kita
berdiri dan memberikan tepuk tangan yang meriah bagi Juventus, sang juara
bertahan.