Pada 2 Agustus 1990 terjadi invasi yang di
lakukan oleh Iraq ke Kuwait.[1]
Hal ini di karenakan Iraq ingin mengambil sumber daya yang ada di Kuwait,
dimana sumber daya di Iraq menipis akibat perang saudara dengan Iran. Kekuatan
Militer Kuwait saat itu kalah jauh dibanding Iraq. Hal ini di perparah dengan
serangan dadakan yang dilakukan Iraq yang menyebabkan Kuwait takluk hanya dalam
hitungan jam. Dan Iraq sempat menjadikan Kuwait sebagai provinsi ke 19.
Iraq berhasil menguasai seluruh Kuwait dan
berada di bibir perbatasan Kuwait dengan Arab Saudi. Arab mulai kebingungan dan
mulai memunculkan keinginan untuk menjaga diri. Memanfaatkan hubungan baik
antara Kuwait dengan Amerika Serikat, akhirnya Kuwait meminta bantuan AS untuk
mengusir Iraq dari Kuwait. Masalah ini mampu menjadi perbincangan dunia, karena
UN meminta tolong ke Arab Saudi dan Mesir sebagai great powers di Timur Tengah.
Oleh UN, Saddam Husein di panggil dan diharap untuk menghentikan invasi
tersebut, tapi di tolak mentah-mentah. Hal ini membuat UN menghalalkan adanya
intervensi dari negara lain untuk membebaskan Kuwait dari Iraq.
Desert Storm
Iraq
yang merasa bahwa AS akan mempergunakan Arab Saudi sebagai salah satu benteng
pertahanannya, bertindak cepat dengan
menempati perbatasan langsung dengan Arab Saudi. Dan AS melalui
Pentagon, mengirimkan sinyal untuk menempati Saudi sebagai benteng mereka. Pemerintah
AS yang diwakili oleh Dick Cheney dan Norman Schwarzkopf bertemu langsung
dengan Raja Arab, King Fahd. Pertemuan yang berlangsung singkat tersebut
menyepakati bahwa AS akan menempati Arab Saudi untuk membendung Iraq. AS
menyuruh pasukan keamanannya untuk standby.
"Soldiers, sailors,
airmen and Marines of the United States Central Command, this morning at 03.00,
we launched Operation DESERT STORM, an offensive campaign that will enforce the
United Nation's resolutions that Iraq must cease its rape and pillage of its
weaker neighbor and withdraw its forces from Kuwait. My confidence in you is
total. Our cause is just! Now you must be the thunder and lightning of Desert
Storm. May God be with you, your loved ones at home, and our Country."-
H.
Norman Schwarzkopf, 16 January 1991[2]
Pernyataan
langsung dari pemimpin keamanan AS saat itu. Besoknya atau 17 Januari 1991, 300
pesawat tempur AS sudah ada di Saudi. Selain itu, kapal perang, kapal
penjelajah dan kapal pemburu sudah standby di Saudi. Dan perang pun di mulai
pada tanggal 17 Januari 1991.[3]
Operating Desert Storm atau Operasi Badai Gurun merupakan sebuah strategi yang
di lakukan oleh pemerintah AS dengan membuat badai di gurun yang saat itu
banyak di Iraq dengan cara menjatuhkan bom dan peluru di gurun.[4]
Tujuannya untuk membuat badai gurun yang besar. Pertahanan Iraq di buat kaget
dan di saat itulah, pasukan darat AS masuk dari dalam. Kekuatan AS memang terletak
dalam pasukan udaranya. Mereka hanya menggunakan sedikit sekali pasukan darat
dibanding udara.[5]
Selain itu, militer AS merusak pusat radar dari Iraq. Pasukan darat masuk dan
melumpuhkan pusat kota Iraq. AS berhasil merebut daerah-daerah yang sebelumnya
di kuasai oleh Iraq.
Pada
24 Februari di tahun yang sama, perang yang lebih terbuka dimulai. Terjadi
perang terbuka selama 100 jam. Hingga akhirnya pada 27 Februari AS menyatakan
Kuwait telah bebas dari Iraq.[6] Tetapi
Iraq berhasil mengambil jutaan dolar dari Kuwait dan membom pangkalan minyak
Kuwait. Dan akhirnya Desert Storm berakhir dan Kuwait kembali bebas. Dan pada 7
Juni di tahun yang sama, PBB berpendapat bahwa pengungsi Kurdi merupakan
tanggung jawab PBB.
0 komentar:
Posting Komentar