Sabtu, 16 Agustus 2014

Buat Virus Yang Lebih Mematikan, Coach !

Dalam sepakbola, kalah dan menang adalah hal yang biasa. Setidaknya itu yang pernah di katakan pelatih sekolah sepakbola saya semasa kecil ketika tim kami saat itu menderita kekalahan setelah menang di 2 laga awal turnamen SSB se Jabodetabek. Tidak ada yang aneh ketika sebuah tim kalah atau menang. Tetapi menderita kekalahan berturut-turut dan yang mengalahkan adalah tim yang secara peringkat jauh di bawah tim tersebut. Saat ini saya sedang membicarakan tentang Timnas U19.
Prestasi yang di dapat dan di hasilkan secara keras selama mengikuti turnamen tahun kemarin seakan tidak ada artinya. Pondasi yang sudah di bangun selama ini seakan runtuh begitu saja, ketika hasil yang di dapat akhir-akhir ini jeblok. Dan saya mencoba melihat, mengapa Timnas U19 saat ini sedang “jeblok”
1.      Minim Kreasi Serangan
Dalam Football Manager, ada yang namanya Familiarity Tactic. Semakin penuh tabel nya, artinya pemain semakin paham dengan formasi dan taktiknya. Tapi, FM memberikan 2 lagi slot kosong yang bisa di isi manager untuk memberikan alternatif taktik. Tujuannya adalah agar manager bisa memberikan variasi permainan kepada tim yang di tukangi nya. Hubungannya dengan U19 ?
Mari lihat formasi yang di keluarkan oleh Coach Indra Sjafri sejak AFF U19, Kualifikasi Piala Asia. Tur Nusantara, serta Turnamen Hasanah Bolkiah ini. SAMA. Skema 4-3-2-1 yang di keluarkan dengan pemain yang sama. Tidak ada sama sekali perubahan.
Lawan yang di hadapi Indonesia rata-rata adalah lawan ketika di AFF U19, meskipun beberapa mengirim tim U-21 nya. Tetapi beberapa masih mengirimkan pemain yang notabene alumni AFF Cup.
Mereka sudah bisa membaca arah permainan timnas. Mengandalkan serangan balik cepat mematikan dari sayap. Menjadikan Striker as False Nine not Advanced Striker. Yang berbahaya adalah pergerakan second line timnas, umpan silang yang membuat Korsel hancur lebur. Tenang, ini bukan tentang musik, kalau musik kita masih kalah jauh dengan K-Pop.
Senjata mematikan itu sudah bisa “di matikan” balik oleh lawan. Dalam dunia kedoteran, di kenal yang namanya vaksin bagi virus penyakit tertentu. Nah, bagi lawan, permainan Timnas ibarat penyakit. Tetapi itu dulu. Mereka saat ini sudah punya vaksin yang mampu mematikan pergerakan bakteri-bakteri yang ada di 11 pemain di lapngan.
Virus dalam laptop setiap tahun selalu berubah menjadi lebih baik. Itu pun, anti virus yang di keluarkan oleh produsen juga akan selalu berubah mengikuti irama virus nya. Nah ini virus U19 tidak ber transformasi. Stagnan dan sangat mudah di tebak.
2.      Mental
Menjadi tim yang selama ini menang, lalu kalah adalah ha yang sulit. Sulit untuk bangkit. Selama Tur Nusantara, Timnas U19 jarang sekali kamasukan terlebih dahulu. Tapi ini, 3 pertandingan di HBT, Timnas kemasukan terlebih dahulu, ketidak biasaan ini menjadikan Timnas kebingungan. Mereka sulit untuk bangkit.
Lihat, mereka setelah ketinggalan bermain seolah tidak bisa bangkit. Mereka terus memegang bola memang. Tetapi permainan mereka berbeda. Seakan tidak tahu harus menyerang dari sisi mana. Kebingungan ibaratnya. Seperti aku yang tanpa dirimu.
3.      Pikiran Mereka Ada di Spanyol
Ah ini adalah faktor paling bodoh mungkin yang saya tulis. Beberapa saat yang lalu timnas sempat akan di daftarkan di turnamen yang di adakan di Spanyol. Lawan yang di hadapi pun berkelas. Argentina, Mauritania, dll. Beda kelas lah jika di bandingkan yang di Brunei ini. Mereka mempersiapkan segalanya. Lalu hasilnya ?
Mereka tidak jadi tampil. Mereka hanya akan tampil di Brunei dan yang di kirimkan adalah Timnas U21 yang sebagian besar adalah pemain Sriwijaya U21 yang menjuarai ISL U21. Bahkan banyak yang bilang bahwa saat ini di Spanyol itu Sriwijaya U21 yang di paksakan tampil memakai nama Indonesia.
Apa berpengaruh ? IYA. Bagaimana sih rasanya di PHP oleh orang yang selama ini kita banggakan dan yang selama membuat mereka bangga adalah KITA. Ya, BTN yang merubah itu. BTN dan jajaran PSSI lah yang merubah semua itu. Sempat di bahas di @Footballnesia , baca tuh.
4.      Tingginya Ekspektasi Masyarakat
U19 saat ini tengah menikmati ketenaran yang luar biasa. Setelah menjadi pemecah kebuntuan dan menjadi juara di Sidoarjo. Lalu mereka menghancurkan Korea Selatan dan lolos ke Piala Asia U19. Tentu harapan masyarakat ketika bermain di Brunei adalah mereka menjadi juara. Karena memang yang akan di lawan Indonesia adalah negara di Asia Tenggara yang notabene mereka adalah penguasa nya dalam kelompok umur yang relatif setara.
Ekspektasi yang tinggi tersbeut tampaknya menjadikan permainan Timnas menjadi tidak lepas. Mereka terbebani dengan pencapaian yang selama ini mereka dapatkan. Dan masyarakat pun mengamini beban mereka dengan harapan yang tinggi, JUARA. Meskipun tidak terucap oleh masyarakat, tetapi terlihat jelas ketika Timnas U19 kalah, masyarakat kecewa bukan main. Artinya mereka berharap Timnas bermain baik dan menjadi juara.
Dalam sepakbola, kalah dan menang adalah hal biasa. Sempat saya bahas di awal. Apalagi mereka kalah dalam turnamen pemanasan sebelum turnamen asli, yakni di Myanmar. Masih jauh menilai permainan Indonesia buruk, karena lawan yang di hadapi saat ini bukanlah yang akan di hadapi nanti di Myanmar. Di tambah, tim yang di turunkan lawan banyak yang Timnas U21, bukan U19. Artinya dari kelompok umur, sudah berbeda.
Tetapi, itu semua bagi tim yang menjadi raja asia tenggara tentu tidak bisa di tolerir. Setidaknya sampai saat ini. Aroma pesimis mulai tercium. Mereka mulai meragukan Timnas U19 untuk bisa berprestasi di kancah Asia. Ya, itu karena ekspektasi yang timbul sangatlah tinggi. Jadi, ketika bermain sedikit di bawah form, mereka seakan bermain jelek sekali.
Selain itu, U19 saat ini menjadi primadona baru. Hal yang tidak aneh, karena mereka menjadi pemuas dahaga gelar. Ibarat orang puasa, bisa minum itu adalah hal yang paling menggembirakan. Dan bagi mereka, timnas U19 adalah harapan baru. Sesuatu yang jelek yang di lakukan U19 adalah sebuah hal cacat dan tidak bisa di tolerir. Lihat kasus yang di alami Marshanda beberapa saat ini dan beberapa tahun yang lalu. Primadona itu harus A dan B. Jika melakukan kesalahan artinya itu sebagai dosa yang sangat besar. Ibarat Barcelona yang dalam beberapa tahun belakangan menjadi tim spesialis gelar, tetapi musim kemarin tidak ada satu pun gelar bergengsi yang mereka dapat. Apa hasilnya ? Tata Martino mengundurkan diri. Karena dia merasa berdosa dan bersalah tidak bisa membawa Barcelona juara. Di tambah dengan adanya desakan dari fans untuk Barca kembali berprestasi.
Hal ini lah yang saat ini di alami Timnas U19. Sebagai sebuah harapan baru, melakukan kesalahan sedikit adalah sebuah dosa besar. Sesuatu yang terbentuk karena dua hal. Karena adanya tekanan dari masyarakat serta belum punya mental yang baik.

Tulisan ini bukan untuk menjustifikasi bahwa U19 atau Garuda Jaya saat ini sudah habis. Tetapi sebagai analisa kritis saja. Masih ada waktu untuk membenahi sisi-sisi yang selama ini rusak. Masih ada lagi membangkitkan virus-virus yang saat di Brunei mati terkapar. Mari buat virus yang lebih canggih, coach. Dan satu lagi, jauhkan U19 dari politik. Ini salah satu harapan kami.

0 komentar:

Posting Komentar