Dalam sepakbola, kalah dan menang adalah hal yang
biasa. Setidaknya itu yang pernah di katakan pelatih sekolah sepakbola saya
semasa kecil ketika tim kami saat itu menderita kekalahan setelah menang di 2
laga awal turnamen SSB se Jabodetabek. Tidak ada yang aneh ketika sebuah tim
kalah atau menang. Tetapi menderita kekalahan berturut-turut dan yang
mengalahkan adalah tim yang secara peringkat jauh di bawah tim tersebut. Saat
ini saya sedang membicarakan tentang Timnas U19.
Prestasi yang di dapat dan di hasilkan secara keras
selama mengikuti turnamen tahun kemarin seakan tidak ada artinya. Pondasi yang
sudah di bangun selama ini seakan runtuh begitu saja, ketika hasil yang di
dapat akhir-akhir ini jeblok. Dan saya mencoba melihat, mengapa Timnas U19 saat
ini sedang “jeblok”
1.
Minim Kreasi
Serangan
Dalam
Football Manager, ada yang namanya Familiarity Tactic. Semakin penuh tabel nya,
artinya pemain semakin paham dengan formasi dan taktiknya. Tapi, FM memberikan
2 lagi slot kosong yang bisa di isi manager untuk memberikan alternatif taktik.
Tujuannya adalah agar manager bisa memberikan variasi permainan kepada tim yang
di tukangi nya. Hubungannya dengan U19 ?
Mari
lihat formasi yang di keluarkan oleh Coach Indra Sjafri sejak AFF U19, Kualifikasi
Piala Asia. Tur Nusantara, serta Turnamen Hasanah Bolkiah ini. SAMA. Skema
4-3-2-1 yang di keluarkan dengan pemain yang sama. Tidak ada sama sekali
perubahan.
Lawan
yang di hadapi Indonesia rata-rata adalah lawan ketika di AFF U19, meskipun
beberapa mengirim tim U-21 nya. Tetapi beberapa masih mengirimkan pemain yang
notabene alumni AFF Cup.
Mereka
sudah bisa membaca arah permainan timnas. Mengandalkan serangan balik cepat
mematikan dari sayap. Menjadikan Striker as False Nine not Advanced Striker.
Yang berbahaya adalah pergerakan second line timnas, umpan silang yang membuat
Korsel hancur lebur. Tenang, ini bukan tentang musik, kalau musik kita masih
kalah jauh dengan K-Pop.
Senjata
mematikan itu sudah bisa “di matikan” balik oleh lawan. Dalam dunia kedoteran,
di kenal yang namanya vaksin bagi virus penyakit tertentu. Nah, bagi lawan,
permainan Timnas ibarat penyakit. Tetapi itu dulu. Mereka saat ini sudah punya
vaksin yang mampu mematikan pergerakan bakteri-bakteri yang ada di 11 pemain di
lapngan.
Virus
dalam laptop setiap tahun selalu berubah menjadi lebih baik. Itu pun, anti
virus yang di keluarkan oleh produsen juga akan selalu berubah mengikuti irama
virus nya. Nah ini virus U19 tidak ber transformasi. Stagnan dan sangat mudah
di tebak.
2.
Mental
Menjadi tim yang selama ini menang, lalu kalah
adalah ha yang sulit. Sulit untuk bangkit. Selama Tur Nusantara, Timnas U19
jarang sekali kamasukan terlebih dahulu. Tapi ini, 3 pertandingan di HBT,
Timnas kemasukan terlebih dahulu, ketidak biasaan ini menjadikan Timnas
kebingungan. Mereka sulit untuk bangkit.
Lihat, mereka setelah ketinggalan bermain seolah
tidak bisa bangkit. Mereka terus memegang bola memang. Tetapi permainan mereka
berbeda. Seakan tidak tahu harus menyerang dari sisi mana. Kebingungan ibaratnya.
Seperti aku yang tanpa dirimu.
3.
Pikiran Mereka
Ada di Spanyol
Ah ini adalah faktor paling bodoh mungkin yang saya
tulis. Beberapa saat yang lalu timnas sempat akan di daftarkan di turnamen yang
di adakan di Spanyol. Lawan yang di hadapi pun berkelas. Argentina, Mauritania,
dll. Beda kelas lah jika di bandingkan yang di Brunei ini. Mereka mempersiapkan
segalanya. Lalu hasilnya ?
Mereka tidak jadi tampil. Mereka hanya akan tampil
di Brunei dan yang di kirimkan adalah Timnas U21 yang sebagian besar adalah
pemain Sriwijaya U21 yang menjuarai ISL U21. Bahkan banyak yang bilang bahwa
saat ini di Spanyol itu Sriwijaya U21 yang di paksakan tampil memakai nama
Indonesia.
Apa berpengaruh ? IYA. Bagaimana sih rasanya di PHP
oleh orang yang selama ini kita banggakan dan yang selama membuat mereka bangga
adalah KITA. Ya, BTN yang merubah itu. BTN dan jajaran PSSI lah yang merubah
semua itu. Sempat di bahas di @Footballnesia , baca tuh.
4.
Tingginya
Ekspektasi Masyarakat
U19 saat ini tengah menikmati ketenaran yang luar
biasa. Setelah menjadi pemecah kebuntuan dan menjadi juara di Sidoarjo. Lalu
mereka menghancurkan Korea Selatan dan lolos ke Piala Asia U19. Tentu harapan
masyarakat ketika bermain di Brunei adalah mereka menjadi juara. Karena memang
yang akan di lawan Indonesia adalah negara di Asia Tenggara yang notabene
mereka adalah penguasa nya dalam kelompok umur yang relatif setara.
Ekspektasi yang tinggi tersbeut tampaknya menjadikan
permainan Timnas menjadi tidak lepas. Mereka terbebani dengan pencapaian yang selama
ini mereka dapatkan. Dan masyarakat pun mengamini beban mereka dengan harapan
yang tinggi, JUARA. Meskipun tidak terucap oleh masyarakat, tetapi terlihat
jelas ketika Timnas U19 kalah, masyarakat kecewa bukan main. Artinya mereka
berharap Timnas bermain baik dan menjadi juara.
Dalam sepakbola, kalah dan menang adalah hal biasa.
Sempat saya bahas di awal. Apalagi mereka kalah dalam turnamen pemanasan
sebelum turnamen asli, yakni di Myanmar. Masih jauh menilai permainan Indonesia
buruk, karena lawan yang di hadapi saat ini bukanlah yang akan di hadapi nanti
di Myanmar. Di tambah, tim yang di turunkan lawan banyak yang Timnas U21, bukan
U19. Artinya dari kelompok umur, sudah berbeda.
Tetapi, itu semua bagi tim yang menjadi raja asia
tenggara tentu tidak bisa di tolerir. Setidaknya sampai saat ini. Aroma pesimis
mulai tercium. Mereka mulai meragukan Timnas U19 untuk bisa berprestasi di
kancah Asia. Ya, itu karena ekspektasi yang timbul sangatlah tinggi. Jadi,
ketika bermain sedikit di bawah form, mereka seakan bermain jelek sekali.
Selain itu, U19 saat ini menjadi primadona baru. Hal
yang tidak aneh, karena mereka menjadi pemuas dahaga gelar. Ibarat orang puasa,
bisa minum itu adalah hal yang paling menggembirakan. Dan bagi mereka, timnas
U19 adalah harapan baru. Sesuatu yang jelek yang di lakukan U19 adalah sebuah
hal cacat dan tidak bisa di tolerir. Lihat kasus yang di alami Marshanda
beberapa saat ini dan beberapa tahun yang lalu. Primadona itu harus A dan B.
Jika melakukan kesalahan artinya itu sebagai dosa yang sangat besar. Ibarat
Barcelona yang dalam beberapa tahun belakangan menjadi tim spesialis gelar,
tetapi musim kemarin tidak ada satu pun gelar bergengsi yang mereka dapat. Apa
hasilnya ? Tata Martino mengundurkan diri. Karena dia merasa berdosa dan
bersalah tidak bisa membawa Barcelona juara. Di tambah dengan adanya desakan
dari fans untuk Barca kembali berprestasi.
Hal ini lah yang saat ini di alami Timnas U19.
Sebagai sebuah harapan baru, melakukan kesalahan sedikit adalah sebuah dosa
besar. Sesuatu yang terbentuk karena dua hal. Karena adanya tekanan dari
masyarakat serta belum punya mental yang baik.
Tulisan ini bukan untuk menjustifikasi bahwa U19
atau Garuda Jaya saat ini sudah habis. Tetapi sebagai analisa kritis saja.
Masih ada waktu untuk membenahi sisi-sisi yang selama ini rusak. Masih ada lagi
membangkitkan virus-virus yang saat di Brunei mati terkapar. Mari buat virus
yang lebih canggih, coach. Dan satu lagi, jauhkan U19 dari politik. Ini salah
satu harapan kami.
0 komentar:
Posting Komentar