Selasa, 20 Mei 2014

Musuh Bersama Itu Muncul Lagi

Di dalam ilmu Hubungan Internasional atau HI, ada yang di namakan sebagain Common Enemy. Sebuah musuh bersama yang sengaja di bentuk karena hasil dari aliansi dari negara-negara. Sebuah aliansi memang sengaja di ciptakan atas dasar yang sama pada negara yang terlibat. Entah atas dasar ketidak sukaan atau atas dasar ingin menyatukan kekuatan-kekuatan kecil agar bisa membentuk kekuatan yang besar.

Menyebut aliansi di dunia sepakbola sedikit kurang relevan memang. Karena aktor yang dilibatkan bukan sebuah negara. Entitas kecil di bawah sebuah negara. Entitas yang sangat di sukai masyarakat.

Di Italy, shadow alliance kembali muncul. Yakni dengan kembalinya kekuatan lama, Juventus. Sebuah tim yang memang penguasa Italy dengan raihan 32 gelar. Eh, maksud saya 30. Bagi mereka sih 32, tapi yang legal 30. Perbedaan antara 32 dan 30 sangat berkaitan dengan ini. Musuh bersama tim di Italy karena menjadi salah satu aktor dari rusaknya sepakbola Italy dengan kasus Calciopoli  atau skandal pengaturan skol. Terlepas dari segala bantahan dari klub mereka dan fans garis keras mereka, tetapi keputusan sudah di putuskan yang hasilnya, gelar Juventus dicabut.

Klub di Italy tidak menyukai Juventus karena berbagai aksi Juventus yang selalu di bela wasit ketika bertanding. Masih ingat gol Juventus ke gawang Mirante yang di ceploskan Pirlo lewat Free Kick yang masih menjadi tanda tanya karena bola belum masuk ke gawang dan sudah berada di genggaman Mirante ? Atau gol Muntari yang di anulir wasit ? Atau insiden Chiellini yang menyikut Pjanic tapi wasit tidak mengggubrisnya padahal secara siaran ulang terlihat jelas sikut Chiellini masuk ke wajah Pjanic ? Ah terlalu panjang jika di jelaskan berbagai “dosa” wasit.

Sebenarnya, menurut saya mengapa banyak tim yang menganggap Juventus musuh bersama adalah kembali ke statement saya di awal. Karena mereka sudah tidak suka dengan Juve, jadi sikap apapun yang di lakukan Juve mereka anggap buruk. Entah itu Juve yang memenangkan pertandingan dengan fair ataupun tidak, bagi mereka Juve tak layak menang. Padahal secara tim, kelas Juve setingkat di atas tim di Italy. Harus akui itu. Yang harus di akui lagi, Juve memang setingkat di atas klub-klun di Italy dalam kepemilikan wasit.

Kedua adalah, mereka harus bergabung untuk menghancurkan kekuatan besar yang bernama Juventus. Klub besar dengan sejarah panjang di Italy dengan 32 gelar. Ah maksudnya 30 gelar. Sorry salah lagi.

Dan kebencian ini membutakan kita semua. Sampai kita semua meremehkan Juventus ketika mereka kalah di Semifinal Europa League dari Benfica. Padahal kalau Juve bisa lolos final, kemungkina juara mereka tinggi karena final digelar di Juventus Stadium. Dan kalau Juve juara, Koefisien Serie A Italy di Eropa akan naik. Jatah kita akan di tambah. Tetapi mata hati kita sudah tertutupi dengan kebencian yang mendalam akan Juve. Kebencian yang berdasarkan ketidakpuasan dan rasa iri. Baik iri secara prestasi dan secara kepemilikan wasit.


Tapi musim ini sudah berakhir karena Juve merengkuh Scudetto mereka yang ke 32 kali. Yasalam salah lagi, yang ke 30 kali. Mari kita berdiri dan memberikan tepuk tangan yang meriah bagi Juventus, sang juara bertahan.

0 komentar:

Posting Komentar