Minggu, 25 Oktober 2015

Catatan Kaki

Ketika rindu bisa saja datang dan pergi kapanpun. Tapi senyummu, masih sulit untuk pergi. Bukan karena tak ada senyum lain yang menghampiri. Melainkan karena tidak ada senyum sehangat senyummu.

Tidak ada satupun yang mampu menguasai waktu. Kekuatan sihir sekalipun. Toh, Cinderella hanya bertahan sampai jam 12 malam. Setelah lewat jam 12 malam, ia kembali menjadi manusia biasa.

Waktu, semuanya terhalang oleh waktu. Kesedihan dan kebahagiaan tak mampu melawan dahsyatnya waktu. Tak ada kesedihan yang abadi. Tak ada kebahagiaan yang abadi. Pasti ada waktu yang menghalangi.

Kalian percaya akan adanya kiamat? Tahu kapan kiamat datang? Itu soal waktu. Saat waktu itu tiba, bumi dan seisinya akan hancur. Ingat, bahkan waktu sangat ditakuti. Tapi apa ada yang bisa menghalangi waktu itu untuk tidak datang? Tidak.

Bumi dan kehidupan yang maha dahsyat saja kalah dengan waktu. Apalagi kita. Manusia lemah. Manusia saja tak bisa melawan waktu. Apalagi cinta yang hanya sebagian kecil dari unsur dalam manusia. Cinta itu ibarat atom.

Tak akan ada yang tahu kapan cinta itu datang dan pergi. Cinta tak punya jam tangan dan kalender. Mereka tak tahu kapan merasuki tubuh seseorang dan tiba-tiba keluar. Cinta juga tak tahu jalan. Cinta tak punya kompas. Apalagi goggle maps. Yang hanya cinta tahu adalah, cinta datang untuk memberi kebahagiaan. Cinta bagaikan sinterklas yang kedatangannya untuk membahagiaan anak-anak kecil di kala natal.

Lalu kenapa masih ada tangisan, air mata, dan kesedihan dalam cinta? Itu bukan cinta. Itu tak termasuk dalam tugas cinta. Cinta bukan untuk memberikan air mata kesedihan. Bukan itu. Lalu itu apa? Lalu kenapa kesedihan masih ada di dalam sebuah hubungan percintaan? Itu kenyataan. Bahwa dalam kehidupan kesedihan dan kesenangan, pasti saling berdampingan.

Waktu kita memang tidak panjang. Beruntunglah kalau masih ada cinta dalam kehidupan kita. Beruntunglah masih ada mereka-mereka yang ternyata menjadi pemilik cinta yang tertancap di hati. Beruntunglah kalian.

Beruntunglah aku, masih sempat memiliki cinta. Meskipun cinta yang coba aku tancapkan, ujungnya tak runcing. Ujungnya tumpul. Cinta yang seharusnya tertancap di hatimu, ternyata begitu mudah goyah, rapuh, dan terjatuh.

Ini bukan salahmu yang tidak memberikan ruang. Bukan. Ini salahku. Salahku yang kurang mampu membuat cinta semakin lancip. Salahku yang tak mampu melihat isi hatimu. Salahku yang memaksakan masuk ke hatimu yang sangat penuh.

Beruntung, masih ada senyummu yang tersimpan. Beruntung, masih ada sedikit memori dalam ingatan betapa bahagianya saat itu. Beruntung, masih membekas di ingatan bagaimana rindu yang lucu.

Semua terjadi begitu cepat. Seperti kereta shinkansen yang bergerak menjahui stasiun. Hingga tak tampak lagi bayangan tentangmu. Semua hilang. Lenyap.

Tak ada penyesalan satu pun. Tak ada yang perlu disesalkan. Semua begitu indah. 

0 komentar:

Posting Komentar