Pepohonan di sekitaran pantai saat itu terlihat manja.
Mereka berlenggak lenggok menyapa para wisatawan. Mereka menggoda para
wisatawan agar mau sekedar duduk beristirahat di bawah pepohonan tersebut.
Mereka dengan cara mereka sendiri melakukan tugasnya untuk menjaga ekosistem
manusia dengan sumbangan gas oksigen. Katanya, manusia dan pohon itu satu
kesatuan yang tak terpisahkan.
Dari kejauhan, ada satu pohon yang berdiri tegak
menantang ombak dan angin. Dia seakan tak punya urat takut. Pohon itu berdiri
tegak seakan berkata, “Kesinilah wahai ombak dan angin, aku tak takut.” Mungkin
bagi dirinya yang menakutkan adalah dirinya sendiri. Saya jadi ingat petuah
nenek, “Jangan berprilaku sombong. Karena nanti kamu akan mati dimakan
kesombonganmu sendiri.”
Dan aku menganggap pohon tadi, yang berdiri menantang
adalah pohon yang istimewa. Aku menemukan sejuknya udara ketika duduk di bawah
pohon itu. Aku melihat indahnya pantai ketika aku duduk di bawah pohon itu. Dan
aku merasa kecil tak sebanding dengan yang lainnya, juga ketika duduk dibawah
pohon itu. Andai aku punya kehebatan dan mampu berbicara dengan pohon, mungkin
aku akan mengatakan yang nenek sempat katakan padaku.
Tiga tahun yang lalu, sebuah bibit ditanam oleh segelintir
orang. Bibit yang diharapkan mampu menjadi pelindung dan menjadi sumber dari
segala kesejukan. Bibit yang nantinya akan menjadi sebuah pohon yang rimbun,
indah, dan kokoh. Bibit yang sengaja disemaikan oleh para “petani” agar mampu
memberikan manfaat untuk yang lain.
Bibit yang tiga tahun lalu tidak berguna dan tidak
memberikan apapun bagi mereka yang datang di pantai, kini semakin besar.
Semakin besar bukan berarti semakin bermakna dan bermanfaat dan membekas di
dalam hati. Semakin besar bukan berarti menimbulkan efek kenyamanan bagi
siapapun yang datang.
Pohon yang tiga tahun yang lalu hanya sebuah bibit
yang hampir membusuk, kini telah menjadi sebuah pohon yang besar. Menjadi
sebuah pohon yang rindang. Menjadi sebuah pohon yang mampu memberikan udara
segar bagi siapapun wisatawan yang datang. Meksipun menjadi besar, rindang, dan
mampu memberikan udara segar bagi wisatawan yang datang saja tak cukup untuk
memberikan kenyamanan bagi mereka. Perlu satu elemen lagi. Yakni kokoh. Pohon
haruslah kokoh agar tak gampang tertiup angin dan jatuh.
Pohon yang dari atas aku tulis adalah sebuah pohon
yang tumbuh diantara puluhan pohon yang lain. Namanya ThaliAlliance. Sebuah
pohon yang berumur tiga tahun. Sebuah pohon yang dulu hanya sebuah bibit yang
hampir membusuk. Pohon yang saat ini sudah semakin membesar. Sebuah pohon yang
saat ini sudah dikenal banyak orang.
Semakin tinggi sebuah pohon, maka semakin kencang pula
angin berhembus. Katanya sih begitu. Tapi aku percaya akan itu. ThaliAlliance
yang dulu hanya sebuah pohon kecil seakan nyaman tumbuh tanpa ada halangan.
Baik itu dari ombak dan angin. Karena pohon di sekitar lebih besar dan kokoh.
Tapi sekarang, angin yang menabrak pohon sangatlah
kencang. Seakan ditampar dengan angin yang berhembus terlalu kencang, pohon itu
mulai adaptasi dengan lingkungan yang ada. Meskipun sampai saat ini, rasa
nyaman yang selama ini di inginkan belumlah tercapai. Setidaknya, berusaha
untuk menjadi lebih nyaman adalah hal yang paling baik.
Di umur yang menginjak ketiga tahun, pohon harus lebih
berbenah. Jangan sampai terlena dan terguncang ketika ada angin kencang lain
yang berhembus. Tapi aku percaya, bahwa pohon tersebut akan kuat melawan
derasnya ombak dan kencangnya angin yang berhembus. Sambil harus menghilangkan
rasa sombong. Tetaplah berdiri tegak, ThaliAlliance.
0 komentar:
Posting Komentar